Oleh: Normand Edwin Elnizar
Metode interdisipliner untuk mengetahui bagaimana hukum bisa efektif dalam praktiknya di masyarakat. Tidak sekadar membicarakan pemahaman normatif dalam teks hukum.
Indonesia, Australia, The Netherlands, Japan (IANJ) Community on Socio-Legal Studies kembali menggelar Konferensi Internasional Socio-Legal pada 23-24 Agustus 2019 lalu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI). The 2nd IANJ Conference of Socio-Legal Studies bertema Towards Balanced Procedural and Substantive Justice hadir sebagai upaya memperkuat kajian sosio-legal di Indonesia.
“Masih banyak keraguan di kalangan sarjana hukum Indonesia soal sosio-legal ini ilmu apa sih?Padahal banyak dosen sudah menggunakannya, cuma tidak diakui saja,” kata ketua panitia pelaksana konferensi, Sulistyowati Irianto kepada Hukumonline, Jumat (24/8).
Sulis—begitu ia disapa—adalah Guru Besar Antropologi Hukum FHUI yang ikut merintis kajian sosio-legal di Indonesia. Ia mencatat kajian sosio-legal telah dikembangkan Bidang Studi Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan FHUI sejak 1971. Fokusnya adalah tentang bagaimana teks hukum dikaji dari perspektif keadilan masyarakat dan bagaimana hukum direspon serta bekerja dalam masyarakat.
“Sosio-legal itu rumah besar yang di dalamnya antara lain antropologi hukum, psikologi hukum, sosiologi hukum, politik hukum dan lainnya, nah ini masuk dalam ilmu kenyataan hukum juga kan,” Sulis menambahkan dengan merujuk konsep ilmu hukum dan disiplin hukum yang biasa diajarkan di perguruan tinggi hukum Indonesia.
Masih menurut Sulis, telah banyak isu hukum di Indonesia yang dikaji sejak 1991 hingga sekarang dengan metode sosio-legal. Misalnya isu budaya dan perubahan hukum, pembangunan hukum, reformasi hukum, pluralisme hukum, serta gender dan hukum.